Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

02 Februari 2018

FILE 367 : Sikap Makmum Saat Imam Qunut Shubuh (Plus Aqiqah)

Bismillaahirrohmaanirrohiim            
Walhamdulillaah,        
Wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillaah Muhammad Shollalloohu 'alaihi  wa 'alaa aalihi  wa shahbihi  wa sallam              
Wa ba'du ....

  Makmum Qunut Shubuh dan Aqiqah Anak    
Dijawab Oleh:
Ustadz Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Majalah As-Sunnah


  
Pertanyaan:  
As-salamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu
Saya termasuk di antara pelanggan (majalah) As-Sunnah. Melalui surat ini ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada (majalah) As-Sunnah, yaitu:
  1. Di dalam shalat subuh manakah yang benar? Memakai qunut atau tidak. Kalau yang benar tidak memakai qunut, bagaimana sikap saya yang hampir tiap pagi shalat subuh berjama’ah di masjid yang imamnya menggunakan doa qunut?
  2. Bagaimana tata-cara aqiqah kelahiran anak? Dan aqiqah itu dalilnya dari mana?
Demikian pertanyaan saya, atas jawaban (majalah) As-Sunnah, saya sampaikan terima kasih. Hadanallah waiyyakum ajma’in.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuhu
 
Mugixxxx

Jl. Latuharhary 
Menteng Jakarta Pusat 10310



Jawaban:
(Wa'alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuhu)
 
1. QUNUT SUBUH
Pertanyaan tentang qunut subuh telah kami jawab agak panjang lebar pada Rubrik Soal-Jawab Majalah As-Sunnah Edisi 11/Th.IV/1421-2000, hal:5-9. Ringkasnya, para ulama berbeda pendapat tentang qunut subuh terus-menerus. Syafi’iyah menyatakan qunut tersebut disyari’atkan, sedangkan mayoritas ulama yang lain menyatakan tidak disyari’atkan. 

Pendapat yang kuat dan benar adalah pendapat mayoritas ulama, karena hadits-hadits tentang qunut subuh terus-menerus semuanya dha’if. Demikian juga hal itu telah dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah oleh para ulama semenjak zaman sahabat.

Adapun tentang sikap seseorang yang shalat di belakang imam yang berqunut, para ulama juga berbeda pendapat. 

Al-Imam Al-Wazir Ibnu Hubairah rahimahullah menyatakan: “(Imam) Abu Hanifah dan (Imam) Ahmad berbeda pendapat tentang orang yang shalat di belakang imam yang berqunut waktu subuh: Apakah makmum tersebut mengikuti imam atau tidak? (Imam) Abu Hanifah berkata: “Dia tidak mengikuti imam”, (Imam) Ahmad berkata: “Dia mengikuti imam”. [1]

DR. Muhammad Ya’qub Thalib ‘Ubaidi menjelaskan alasan masing-masing pendapat di atas dengan menyatakan: 
https://i.ytimg.com/vi/ztm1fOYWaWg/hqdefault.jpg
“Abu Hanifah menjelaskan alasan makmum tidak mengikuti imam, yaitu bahwa qunut subuh itu adalah hukum mansukh (yang telah dihapuskan), sebagaimana takbir kelima pada shalat jenazah. Walaupun Abu Yusuf berpendapat: makmum mengikuti imam, sebagaimana pendapat Imam Ahmad, tetapi pendapat yang dipilih pada madzhab Hanafiyah adalah makmum berdiri diam saja. Dan Imam Ahmad menjelaskan alasan makmum mengikuti imam, yaitu agar makmum tidak menyelisihi imamnya, dan karena para sahabat, tabi’in, dan orang-orang setelah mereka terus-menerus bermakmum kepada sebagian yang lain, padahal ada perselisihan di antara mereka dalam masalah furu’ (cabang). [2]

.
Pendapat yang rajih (lebih kuat) –wallahu a’lam- adalah pendapat Hanafiyah, yaitu makmum tidak mengikuti imam, karena qunut tersebut tidak disyari’atkan di dalam shalat. Hal itu sebagaimana ketika para sahabat mengikuti perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melepaskan sandal ketika shalat, yang kemudian beliau menanyakan hal itu kepada para sahabatnya. Sebagaimana riwayat di bawah ini:


عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ
.
 فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ
  
 قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا
.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى
  
وَقَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا


“Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: “Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat dengan para sahabat beliau, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandal beliau lalu meletakkan kedua sandal tersebut pada sebelah kiri beliau. Ketika para sahabat melihat hal itu, mereka melepaskan sandal mereka. 

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian melepaskan sandal kalian?

Mereka menjawab: “Kami melihat anda melepaskan kedua sandal anda, maka kamipun melepaskan sandal kami”. 

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Jibril 'Alaihissalaam mendatangiku dan memberitahukan kepadaku bahwa pada kedua sandal (ku) itu ada kotoran”. 
[HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Abi Dawud no:650]


Tetapi walaupun demikian, perbedaan pendapat dalam sikap makmum ini tidak boleh menjadikan kaum muslimin berpecah belah dan saling membenci karenanya.

2. AQIQAH ANAK
Tentang dalil aqiqah kelahiran anak sebenarnya sangat masyhur di kalangan para ulama, anda dapat menjumpainya hampir di dalam kitab-kitab hadits dan fiqih. Di bawah ini kami paparkan secara ringkas dalil dan tata-caranya:

1. Jumhur (mayoritas) ulama Ahlus Sunnah berpendapat aqiqah hukumnya mustahab (disukai). Hal itu dengan cara: disembelihkan kambing pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama. Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:


كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى


“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari tujuh, dicukur, dan diberi nama.” [3].

2. Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan satu kambing, boleh kambing jantan atau betina. Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:


عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ أَذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا
.
“Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan satu kambing, tidak mengapa kambing jantan atau betina”. [4]

3. Jika orang tua tidak melakukan aqiqah untuk anaknya, apakah anak tersebut mengaqiqahi dirinya sendiri ketika dewasa? Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, tetapi yang rajih (lebih kuat) tidak melakukannya, karena tidak ada satupun hadits shahih tentang hal itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi dirinya sendiri setelah menjadi Nabi, tetapi hadits ini mungkar, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. Wallahu a’lam. [5]

Tambahan:
Kebiasaan sebagian orang Jawa merayakan kelahiran anak itu pada hari ke-5, yang disebut dengan istilah “sepasaran bayi”, tentulah hal ini menyelisihi ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana di atas.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VI/1422H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote:
[1]. Kitab Al-Ifshah Libni Hubairah 1/324
[2]. Footnote Kitab Al-Ifshah Libni Hubairah 1/324
[3]. HSR. Abu Dawud no:2838; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Samurah bin Jundub. Dishahihkan oleh Al-Hakim, disetujui oleh Adz-Dzahabi, dan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:970
[4]. HSR. Abu Dawud no:2835; Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Ummu Kurz. Dishahihkan oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:97

[5]. Lihat Al-Insyirah Fii Adabin Nikah, hal:99, oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Huwaini

*****

Tambahan catatan dari saya (Sa'ad):

Beberapa hadits yang berkaitan dengan qunut:

حدثنا محمد أخبرنا عبد الله أخبرنا سليمان التيمي عن أبي مجلز عن أنس رضي الله عنه قال 

قنت النبي صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا يدعو على رعل وذكوان ويقول عصية عصت الله ورسوله

.
Anas bin Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam melakukan qunût setelah ruku’ selama sebulan, beliau mendo’akan keburukan atas bani Ri’l dan Dzakwân. Beliau (Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam) berkata, ”Juga ‘Ushoyyah yang telah membangkang terhadap Allôh dan Rasul-Nya”. [Muttafaqun ‘alaihi, dan lafazh hadits ini adalah lafadz Bukhari]  


حدثنا موسى بن إسماعيل حدثنا عبد الواحد حدثنا عاصم الأحول قال 

سألت أنس بن مالك رضي الله عنه  عن القنوت في الصلاة 

فقال نعم 

فقلت كان قبل الركوع أو بعده

قال قبله 

قلت فإن فلانا أخبرني عنك أنك قلت بعده 

قال كذب إنما قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا أنه كان بعث ناسا يقال لهم القراء وهم سبعون رجلا إلى ناس من المشركين وبينهم وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد قبلهم فظهر هؤلاء الذين كان بينهم وبين رسول الله صلى الله عليه وسلم عهد فقنت رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا يدعو عليهم

.
‘Ashim al Ahwal (‘Ashim bin Sulaiman) bertanya kepada Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu tentang qunut dalam shalat. 

Anas menjawab, ”Benar (ada)”. 

Aku (‘Ashim) bertanya lagi, “Apakah qunut itu sebelum ruku’ atau setelah ruku’?” 

Anas menjawab, “(Qunut itu) sebelum ruku’ ”. 

Aku (‘Ashim) berkata, “Sesungguhnya si Anu mengabarkan kepadaku darimu bahwasanya engkau mengatakan (kalau qunut itu) setelah ruku’ ”. 

Jawab Anas bin Malik: “Mereka dusta! Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ hanya selama sebulan. (Sebabnya) dulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan utusan yang dijuluki al Qurra’ berjumlah 70 orang laki-laki kepada sekelompok manusia dari kalangan kaum musyrikin. Sebelumnya antara mereka (kaum musyrikin) dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ada perjanjian (damai). Lalu mereka yang telah terikat perjanjian tersebut membunuh para al Qurra’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut setelah ruku’ selama sebulan (untuk) mendo’akan keburukan atas kaum musyrikin tersebut”. [HR. Bukhari]

Catatan: tidak ada keterangan bahwa qunut tersebut dilakukan pada shalat Shubuh saja
.

عن أبي مالك الأشجعي قال: قُلْت لِأَبِي يَا أَبَتِ إنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ ؟ قَالَ : أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
.
“Dari Abu Malik Al Asyja’i, ia berkata: Saya bertanya kepada bapakku: ‘Wahai bapakku, Sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib di sini di kota Kufah selama lima tahun. Apakah mereka semua qunut dalam shalat Shubuh?’. Maka bapaknya menjawab: ‘Wahai anakku, itu adalah perbuatan yang baru (bid’ah)’ 

[Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (no. 402), Ahmad (III/472, VI/394), Ibnu Majah (no. 1241), an-Nasa-i (II/204), ath-Thahawi (I/146), ath-Thayalisi (no. 1328) dan Baihaqi (II/213), dan ini adalah lafazh hadits Imam Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.”. Lihat juga di kitab Bulughul Maram no. 289, karya Al-Hafidzh Ibnu Hajar].

Untuk penjelasan lebih lanjut, bisa dibaca pada tautan berikut: http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2010/09/qunut-shubuh.html

***** 
Sumber: almanhaj.or.id

Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamiin