Mau'idhoh

Dari 'Abdulloh bin 'Abbas rodliyallohu 'anhumaa, bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam bersabda,

"Jagalah Alloh, Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Jika engkau meminta, memintalah kepada Alloh. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh.

Ketahuilah, jika seluruh umat bersatu untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan bagimu. Dan jika seluruh umat bersatu untuk memberikan mudhorot kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan apa yang telah Alloh taqdirkan atasmu. Pena telah diangkat dan catatan telah kerin
g."

(HR. Tirmidzi, dia berkata "Hadits hasan shohih")

20 Juni 2009

FILE 118 : Sholat Shubuh Tidak Pada Waktunya

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

TRANSKRIP DIALOG SYAIKH AL-ALBANI DAN SYAIKH ABU ISHAQ AL-HUWAINI

TENTANG SALAH KAPRAH WAKTU SHALAT SUBUH

Oleh Abu Hamzah al-Sanuwi

(Download MP3)

Serial al-Huda wan-Nur kaset nomor 43, menit ke 16,47

تفريغ لسؤال الشيخ أبو اسحاق الحويني الشيخ الالباني عن صلاة الفجر سلسة الهدي والنور الشريط رقم 43 بداية من الدقيقة 16.47

.

الحويني : لنا أخوة من السلفيين بالإسكندرية يؤذنون للفجر أذانين. والأذان المعترف بعد ثلث ساعة من الأذان العادي و يقولون بالفجر الصادق والكاذب، هذا طبعا له خطورة من ناحية الصيام فماذا ترون في هذة المسألة, وما موقف بقية الجمهورية كلها من أنه إذا ثبت أن الفجر يؤخر ثلث ساعة فهم يصلون قبل الوقت علي هذا الاعتبار .

.

الألباني : )) هذة مصيبة ألمت بالكثير من الأقاليم الإسلامية مع الأسف حيث أنهم يحرّمون الطعام قبل مجئ وقت التحريم ويصلون صلاة الفجر قبل دخول وقت الصلاة وهذا نحن لمسناه في هذه البلاد.... وبخاصة أن داري –وهذا من فضل الله علي - مُشْرِفَة فأنا أري في كل صباح و مساء طلوع الشمس وغروبها , طلوع الفجر الصادق , فأجد أنهم فعلا يصلون قبل الوقت –أي صلاة الفجر - وهذا من الأسباب التي تحملي أن أتي إلي هذا المسجد وأصلي الفجر لأني لا أجد في المساجد التي حولي إلا أنهم يبكّرون بالصلاة علي الأقل لا يصلون السنة إلا قبل الفجر الصادق....، ولم يقف الأمر فقط في هذة البلاد، فقد علمتُ أن أحد إخواننا السلفيين في الكويت ألف رسالة وهو يذكر فيها تماما كما اذكر أنا هنا .كذلك .. لعلك تسمع به إن كنت لا تعرفه شخصيا، الدكتور تقي الدين الهلالي له رسالة يقول نفس الكلام في المغرب هو أنهم يؤذنون لصلاة الفجر قبل الوقت بنحو ثلث ساعة أو 25 دقيقة, كذلك علمت مثله بواسطة الهاتف عن الطائف فقد ورد إلي سؤال من أحدهم يقول: عندنا الشيخ سعد بن فلان يقول بان القوم هنا يصلون صلاة الفجر علي التوقيت الفلكي وأن ذلك يخالف الوقت الشرعي تماما كما نتحدث عن هنا وهناك ((

.

أعود للإجابة عن سؤال إخواننا في الإسكندرية فهم من حيث أنهم يؤذنون أذانين فقد أصابو السنة لكن ما ادري إذا كانوا دقيقين في أذانهم الثاني هل هم يؤذنون حينما يبرُق الفجر ويسطَع وينفجر النور فإن كانوا يفعلون ذلك فقد أحيوا سنة أماتها جماهير المسلمين، أما إن كانوا يؤذنون علي الرُزناماتو التقاويم فهذة لا تعطي الوقت الشرعي أبدا فيكونوا قد خلطوا عملا صالحا وأخر سيئا، أي جمعوا بين الأذانين وهذا سنة، لكن ما حددوا الوقت الشرعي بالأذان الثاني .

.

الحويني : بالنسبة لنا في القاهرة بهذة الصورة ستضيع علي أنا صلاة الصبح جماعة لأن جميع المساجد تقريبا تغلق أبوابها ويكونوا انتهوا من الصلاة قبل فِعْلاً دخول الوقت الشرعي فأنا ماذا أفعل ؟ الالباني : أنت في هذة الحال تصلي ورائهم تطوع ثم تعود الي دارك فتصلي بأهلك فرضا . الحويني : إذا ما قيمة أن أنزل؟ الالباني : مشاركة الجماعة...... الحويني : أنكم ترون ان الجماعة واجبة ؟ الالباني : كيف لا وهو كذلك... سائل يقول : صحيح يا شيخ .....,, يأتي زمان يؤخرون الصلاة عن وقتها النبي امر ان نصلي معهم التطوع و نرجع الي بيوتنا فنصلي الفريضة. الالباني : لهذا حديث في صحيح مسلم . الحويني : لكن هذا قال يميتون الصلاة أي يصلون بعد الوقت . الالباني :سواء كان هذا أو ذاك ، لماذا أمرهم عليه السلام أنهم إذا أدركوا ذلك الوقت أن يصلوا معهم ثم قال صلوها انتم في وقتها ثم صلوها معهم فإنها تكون لكم نافلة واضح من الحديث أن الرسول عليه السلام يأمرهم بأن يصلوا الصلاة في وقتها لكن في الوقت نفسه أمرهم بأن يصلوا الصلاة التي يصلونها في غير وقتها ، السبب في ذلك هو المحافظة علي جماعة المسلمين ، ولا فرق و الحالة هذه بين امام يقدم الصلاة أو يؤخر الصلاة الحويني : بالنسبة للحكم علي صلاة الناس، يعني السواد الأعظم من الناس يصلون قبل الوقت. الالباني : طبعا هؤلاء، المسؤولية تقع علي أهل العلم، فعلي من كان عنده علم أن يبلغ الناس فمن بلغه الحكم ثم أعرض عنه فصلاته باطلة، ومن لم يبلغه الحكم أنت تعرف أن لا مسؤولية والحالة هذه .

.

((حديث صحيح مسلم « يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِى أُمَرَاءُ يُمِيتُونَ الصَّلاَةَ فَصَلِّ الصَّلاَةَ لِوَقْتِهَا فَإِنْ صَلَّيْتَ لِوَقْتِهَا كَانَتْ لَكَ نَافِلَةً وَإِلاَّ كُنْتَ قَدْ أَحْرَزْتَ صَلاَتَكَ »))

.

TERJEMAHAN DIALOG:

Al-Huwaini (Hw): Kami mempunyai Teman-teman salafiyyin di Iskandariyyah, mereka mengumandangkan adzan 2 kali untuk (shalat) fajar. Adzan yang diakui adalah adzan setelah sepertiga jam (20 menit) dari adzan biasa. Mereka mengatakan dengan fajar shadiq dan fajar kadzib. Tentu ini berbahaya dari sisi puasa. Bagaimana menurut anda dalam masalah ini. Lalu bagaimana sikap seluruh republik ini dari kenyataan bahwa jika fajar mundur 20 berarti mereka shalat subuh sebelum waktunya, berdasarkan penilaian ini..

Syaikh al-Albani (Bn) mengatakan: "Ini adalah musibah yang melanda banyak kawasan Islam. Sangat disayangkan mereka menghalangi manusia dari makan sahur sebelum datang waktu keharamannya dan shalat fajar sebelum masuk waktunya. Ini yang kami rasakan di negeri-negeri ini…. Apalagi rumah saya -alhamdulillah- tinggi; sehingga saya melihat setiap pagi dan setiap sore terbit dan terbenamnya matahari, serta munculnya fajar shadiq. Memang benar-benar saya dapatkan mereka shalat sebelum waktu- maksudnya shalat fajar-. Inilah yang membuat saya datang ke masjid ini dan shalat subuh di sini, karena saya tidak mendapatkan masjid-masjid di sekitarku kecuali mereka cepat-cepat melaksanakan shalat, minimal mereka tidak shalat sunnah qabliyah subuh sebelum fajar shadiq.

Tidak hanya di negeri sini (Yordania), saya mengetahui salah seorang salafi (sunni pengikut salaf shaleh) di Kuwait telah menulis risalah, yang di dalamnya ia menyebut persis seperti apa yang sebutkan di sini. Begitu pula, barang kali engkau mendengarnya, meskipun tidak mengenal secara pribadi, Dr. Taqiyyuddin al-Hilali, ia memiliki risalah yang mengatakan hal yang sama terjadi di Maghribi (Maroko), bahwa mereka mengumandangkan adzan subuh sebelum waktu sekitar sepertiga jam atau 25 menit. Begitu pula saya mengetahui hal yang sama terjadi di Thaif, melalui telepon salah seseorang mereka bertanya: di sini ada Syaikh Sa'ad ibn Fulan mengatakan bahwa orang-orang melakukan shalat fajar berdasarkan penentuan jadwal waktu menurut almanak, dan hal itu menyalahi waktu syar'i. Persis sama dengan yang kita bicarakan di sini.

.

.

Saya kembali kepada jawaban untuk teman-teman kita di Iskandariyah. Dari sisi mereka mengumandangkan adzan 2 kali maka mereka telah menghidupkan sunnah. Akan tetapi saya tidak tahu apakah mereka jeli (detil) dalam adzan mereka ke dua. Apakah mereka adzan saat terbit fajar, muncul dan merebak cahaya? Jika mereka melakukan hal itu maka mereka telah menghidupkan sunnah yang telah dimatikan oleh mayoritas kaum muslimin. Adapun jika mereka adzan berdasarkan Roznama kalender (jadwal harian almanak) maka ini tidak memberikan waktu yang syar'i sama sekali, sehingga mereka telah mencampur amal shalih dan amal lain yang buruk. Artinya mengumpulkan antara dua adzan, dan ini adalah sunnah, tetapi mereka tidak menetapkan waktu syar'i pada adzan kedua.".

Hw: Sehubungan dengan kita di Kairo, dengan gambaran seperti ini maka akan hilang atas saya sahalat subuh berjamaah, karena semua masjid kira-kira ditutup pintunya dan mereka telah selesai shalat sebelum masuknya waktu. Lalu apa yang harus saya lakukan?

Bn: Engkau pada kondisi ini shalat di belakang mereka (dengan niat) tathawwu' (sunnah) kemudian engkau kembali pulang ke rumahmu, lalu engkau shalat dengan keluargamu secara fardhu..

Hw: Kalau begitu apa nilainya saya turun (ke Masjid)?

Bn: Mengikuti jama'ah..

Hw. Anda melihat bahwa jama'ah itu wajib?

Bn: Bagaimana tidak? Ia memang wajib..

Penanya lain: Betul wahai Syaikh,.. Akan datang zaman mereka mengakhirkan shalat dari waktunya, Nabi Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam memerintahkan agar kita shalat bersama mereka kemudian kita kembali ke rumah kita lalu kita shalat fardhu.

Bn: Untuk ini ada hadits dalam shahih Muslim*).

Hw: Tetapi ini berkata: mereka mematikan shalat, maksudnya mereka shalat setelah waktunya.

Bn: Sama saja, yang ini atau yang itu. Mengapa Nabi memerintahkan mereka agar shalat bersama mereka jika mendapati mereka pada saat itu kemudian beliau bersabda: Shalatlah kalian tepat pada waktunya kemudian shalatlah bersama mereka karena ia menjadi nafilah untuk kalian. Jelas dari hadits bahwa Rasul Shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam memerintahkan mereka agar shalat tepat pada waktunya. Tetapi pada waktu yang sama beliau memerintahkan agar melakukan (mengikuti) shalat yang mereka shalat di luar waktunya, sebabnya adalah menjaga keutuhan jama'ah kaum muslimin. Tidak ada bedanya kondisi ini antara imam memajukan shalat (sebelum waktunya) atau mengakhirkan shalat (setelah keluar waktunya).

Hw: Kaitannya dengan hukum shalatnya manusia, maksudnya mayoritas manusia yang shalat sebelum waktunya?

Bn: Mereka itu, tanggung jawabnya dipikul oleh ahli ilmu. Maka orang yang punya ilmu harus menyampaikan kepada manusia, maka barang siapa sampai kepadanya hukum ini kemudian berpaling daripadanya maka shalatnya batal. Dan barang siapa tidak sampai kepadanya hukum ini maka engkau mengetahui tidak ada tanggungjawab dalam kondisi seperti ini.

.

*)Hadits shahih Muslim:

» يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِى أُمَرَاءُ يُمِيتُونَ الصَّلاَةَ فَصَلِّ الصَّلاَةَ لِوَقْتِهَا فَإِنْ صَلَّيْتَ لِوَقْتِهَا كَانَتْ لَكَ نَافِلَةً وَإِلاَّ كُنْتَ قَدْ أَحْرَزْتَ صَلاَتَكَ «

"Wahai Abu Dzar, sesungguhnya akan ada sesudahku amir-amir yang mematikan shalat, maka shalatlah kamu tepat pada waktunya, jika engkau telah shalat tepat pada waktunya maka ia (yaitu shalat bersama mereka) bagimu menjadi nafilah (tambahan), jika tidak (Shalat bersama mereka lagi) maka engkau telah melindungi shalatmu."(Silsilah al-Huda wan-Nur, kaset nomor 43, menit 16: 47 dst).

.

Malang, Sabtu 12 J. Tsaniyah/ 6-6-2009

*****

Sumber: qiblati.com

.

Link Terkait:

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

FILE 117 : Asal Usul Ilmu Nahwu

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

Sejarah Asal Mula Ilmu Nahwu

.

Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab mempunyai kaidah-kaidah tersendiri di dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau informasi. Lalu, bagaimana sebenarnya awal mula terbentuknya kaidah-kaidah ini, dan kenapa dikatakan dengan istilah nahwu? simak artikel berikut.

Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang. Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu. Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad-Duali dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata,

مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ

“Apakah yang paling indah di langit?”

Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan,

نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ

Wahai anakku, Bintang-bintangnya

Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,

اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ

Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman

Maka sang ayah mengatakan, “kalau begitu ucapkanlah,

مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ

Betapa indahnya langit.”

Bukan,

مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ

Apakah yang paling indah di langit?”

Dengan memfathahkan hamzah…

****

Dikisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,

أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ

Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..” hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan.

Seharusnya kalimat tersebut adalah,

أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”

Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,

اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ

Ikutilah jalan ini

Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah )

Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.

Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri ( peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawai dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).

Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.

Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Referensi:

Al-Qowaaidul Asaasiyyah Lil Lughotil Arobiyyah

*****

Sumber: badar.muslim.or.id

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

14 Juni 2009

FILE 116 : Penting untuk Pegawai (Karyawan)

Bismillahirrohmanirrohim
Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam
Wa ba'du
……
.
HUKUM SEPUTAR SUAP DAN HADIAH
 
Oleh:
Ustadz Armen Halim Naro Lc (Rohimahulloh)

.
“Permasalahan harta, seakan-akan sebuah permasalahan yang tidak berkesudahan Sebagai seorang muslim yang menghadirkan akhirat ke dalam kehidupannya, tentu tidak menganggap permasalahan ini sepele atau terlampau menyempitkan ruang geraknya dalam mencari rizki. Sebab bagaimanapun juga, kita tetap butuh harta sebagai bekal, dan tetap waspada terhadap fitnahnya. Bagaimana tidak, pada saat ini kita menyaksikan, banyak orang tidak peduli lagi dalam mencari rizki, apakah dari yang halal atau dari yang haram. Hingga muncul penilaian, bahwa semua kebahagian hidup, keberhasilan, atapun kesuksesan ditentukan dan diukur dengan harta “.

Pada dasarnya, syariat selalu mendorong naluri manusia untuk berusaha, hal itu tidak saling bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Imam Mawardi rahimahullah mengelompokkan bidang usaha manusia kepada tiga bidang pokok : pertanian, perdagangan, dan industri [1]. Dewasa ini, sebagian ulama memasukkan bidang ‘kepegawaian’ menjadi salah satu bidang usaha yang sangat berharga bagi kebanyakan manusia, disamping tiga pokok usaha yang telah disebutkan Imam Mawardi rahimahullah tersebut..
 
Mencari rizki dengan menjadi pegawai negeri maupun swasta adalah sesuatu yang halal. Akan tetapi, fenomena yang kita saat ini, tidak jarang seorang pegawai menghadapi hal-hal yang haram atau makruh dalam pekerjaannya tersebut. Di antaranya, disebabkan munculnya suap, sogok menyogok atau pemberian uang di luar gaji yang tidak halal mereka terima. Bagaimana tinjauan syariat dalam masalah ini ? :

.
DEFINISI SUAP, HADIAH DAN BONUS

Banyak sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Sebagian ulama menyebutkan empat pemasukan seorang pegawai, yaitu gaji, uang suap, hadiah dan bonus.[2]

Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah disebut “memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”. [3]

Hadiah diambil dari kata bahasa Arab, dan definisinya, "pemberian seseorang yang sah memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan”.[4]

Adapun bonus, ia memiliki definisi, yang mendekati makna hadiah, yaitu upah di luar gaji resmi (sebagai tambahan). [5]

.
DALIL TENTANG SUAP DAN HADIAH.
 
Suap, hukumnya sangat jelas diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah serta Ijma, baik bagi yang memberi maupun yang menerima.

Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :.
 
“Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 188]

Dalam menafsirkan ayat di atas, al Haitsami rahimahullah berkata : “Janganlah kalian ulurkan kepada hakim pemberian kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka, dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui hal itu tidak halal bagi kalian”.[6]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman..
 
“Artinya : Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah don ditulikanNya telinga mereka dan dibutakanNya penglihatan mereka” [Muhammad : 22-23]

Abul ‘Aliyah rahimahullah berkata, “Membuat kerusakan di permukaan bumi dengan suap dan sogok.”[7]. Dalam mensifati orang-orang Yahudi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:.
 
“Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” [Al-Maidah : 42]

Tentang ayat ini, Hasan dan Said bin Jubair rahimahumallah menyebutkan di dalam tafsirnya, bahwa yang dimaksud adalah pemakan uang suap, dan beliau berkata: “Jika seorang Qodi (hakim) menerima suap, tentu akan membawanya kepada kekufuran”.[8]

Sedangkan dari Sunnah:. 

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”. [HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Syaikh Al-Albani berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244]

Dalam riwayat Tsauban, terdapat tambahan hadits: “Arroisy” (...dan perantara transaksi suap)”. [HR Ahmad, 5/279 dalam sanadnya ada Laits bin Abi Salim, hafalannya bercampur, dan Syaikhnya, Abul Khattab majhul].
 
Hadits ini menunjukkan, bahwa suap termasuk dosa besar, karena ancamannya adalah Laknat. Yaitu terjauhkan dari rahmat Allah. Al Haitsami rahimahullah memasukkan suap kepada dosa besar yang ke-32.

Sedangkan menurut Ijma’, telah terjadi kesepakatan umat tentang haramnya suap secara global, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, [9] Ibnul Atsir, [10] Shan’ani rahimahullah. [11].
 
Adapun hadiah, Ia merupakan pemberian yang dianjurkan oleh syariat, sekalipun pemberian itu -menurut pandangan yang memberi- sesuatu yang remeh.

Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Wahai, wanita muslimah. Janganlah kalian menganggap remeh pemberian seorang tetangga kepada tetangganya, sekalipun ujung kaki kambing”. [HR Bukhari, no. 2566. Lihat Fathul Bari, 5/198].
 
Juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencinta”. [HR Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 594. Ibnu Hajar berkata,”Sanadnya shahih”]

Tentang anjuran saling memberi hadiah, di kalangan ulama telah terjadi Ijma’, karena Ia memberikan pengaruh yang positif di masyarakat; baik bagi yang memberi maupun yang menerima. Bagi yang memberi, itu sebagai cara melepaskan diri dari sifat bakhil, sarana untuk saling menghormati dan sebagainya. Sedangkan kepada yang diberi, sebagai salah satu bentuk memberi kelapangan terhadapnya, hilangnya kecemburuan dan kecurigaan, bahkan mendatangkan rasa cinta dan persatuan dengan sesama.
.
 
PERBEDAAN ANTARA SUAP DENGAN HADIAH 
.
Seorang muslim yang mengetahui perbedaan ini, maka ia akan dapat membedakan jalan yang hendak ia tempuh, halal ataukah haram. Perbedaan tersebut, di antaranya :
  1. Suap adalah, pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dan kotor. Sedangkan hadiah merupakan pemberian yang dianjurkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang halal bagi seorang muslim.
  2. Suap, ketika memberinya tentu dengan syarat yang tidak sesuai dengan syariat, baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan hadiah, pemberiannya tidak bersyarat.
  3. Suap, diberikan untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Sedangkan hadiah, ia diberikan dengan maksud untuk silaturrahim dan kasih-sayang, seperti kepada kerabat, tetangga atau teman, atau pemberian untuk membalas budi.[12] 
  4. Suap, pemberiannya dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut- menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati. Sedangkan hadiah, pemberian terang-terangan atas dasar sifat kedermawanan..  
  5. Suap -biasanya- diberikan sebelum pekerjaan, sedangkan hadiah diberikan setelahnya. [13]
.
HUKUM PEMBERIAN KEPADA PEGAWAI

Pada dasarnya, pemberian seseorang kepada saudaranya muslim merupakan perbuatan terpuji dan dianjurkan oleh syariat. Hanya, permasalahannya menjadi berbeda, jika pemberian tersebut untuk tujuan duniawi, tidak ikhlas mengharapkan ridha Allah semata. Tujuan duniawi yang dimaksud, juga berbeda-beda hukumnya sesuai dengan seberapa jauh dampak dan kerusakan yang ditimbulkan dari pemberian tersebut..
 
Terdapat riwayat yang sangat menarik untuk menggambarkan permasalahan ini. Dan Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengangkat salah seorang dari suku Azad sebagai petugas yang mengambil zakat Bani Sulaim. Orang memanggilnya dengan ‘Ibnul Lutbiah. Ketika datang, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengaudit hasil zakat yang dikumpulkannya..
 
Ia (orang tersebut, Red) berkata,”Ini harta kalian, dan ini hadiah untukku,”

Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Kalau engkau benar, mengapa engkau tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu, sampai hadiah itu mendatangimu?”.
 
Lalu beliau berkhutbah, memanjatkan pujian kepada Allah azza wa jalla , Lalu beliau bersabda : “Aku telah tugaskan seseorang dari kalian sebuah pekerjaan yang Allah azza wa jalla telah pertanggungjawakan kepadaku, Lalu ia datang dan berkatayang ini harta kalian, sedangkan yang ini hadiah untukku”. Jika dia benar, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya, kalau benar hadiah itu mendatanginya. Demi Allah , tidak boleh salah seorang kalian mengambilnya tanpa hak, kecuali dia bertemu dengan Allah dengan membawa unta yang bersuara, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik,” 

lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga nampak ketiaknya, dan berkata: “Ya Allah, telah aku sampaikan,” (rawi berkata),”Aku lihat langsung dengan kedua mataku, dan aku dengar dengan kedua telingaku.” [HR Bukhari, 6979 dan Muslim, 1832]

Karena seringnya orang mempermainkan istilah syariat, sehingga sesuatu yang haram dianggapnya bisa menjadi halal. Begitu pula dengan suap. Di-istilahkan dengan bonus atau fee dan sebagainya. Maka, yang terpenting bagi seorang muslim adalah: harus mengetahui bentuk pemberian tersebut dan hukum syariat tentang permasalahan itu..
 
Dalam Pemberian Sesuatu Kepada Pegawai Terbagi Dalam Tiga Bagian.

Pertama : Pemberian Yang Diharamkan Memberi Maupun Mengambilnya.[14]

Kaidahnya, pemberian tersebut bertujuan untuk sesuatu yang batil, ataukah pemberian atas sebuah tugas yang memang wajib dilakukan oleh seorang pegawai. Misalnya pemberian kepada pegawai setelah ia menjabat atau diangkat menjadi pegawai pada sebuah instansi. Dengan tujuan mengambil hatinya tanpa hak, baik untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan menutup mata terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau mengambil hak orang lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang yang lebih berhak, atau memenangkan perkaranya, dan sebagainya..
 
Di antara permisalan yang juga tepat dalam permasalahan ini adalah, pemberian yang diberikan oleh perusahaan atau toko kepada pegawainya, agar pegawainya tersebut merubah data yang seharusnya, atau merubah masa berlaku barang, atau mengganti nama perusahaan yang memproduksi, dan sebagainya.

Kedua : Pemberian Yang Terlarang Mengambilnya, Dan Diberi Keringanan Dalam Memberikannya..
 
Kaidahnya, pemberian yang dilakukan secara terpaksa, karena apa yang menjadi haknya tidak dikerjakan, atau disengaja diperlambat oleh pegawai bersangkutan yang seharusnya memberikan pelayanan.

Sebagai misal, pemberian seseorang kepada pegawai atau pejabat, yang ia lakukan karena untuk mengambil kembali haknya, atau untuk menolak kezhaliman terhadap dirinya. Apalagi ia melihat, jika sang pegawai tersebut tidak diberi sesuatu (uang, misalnya), maka ia akan melalaikan, atau memperlambat prosesnya, atau ia memperlihatkan wajah cemberut dan masam. [15].
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : Jika seseorang memberi hadiah (dengan maksud) untuk menghentikan sebuah kezhaliman atau menagih haknya yang wajib, maka hadiah ini haram bagi yang mengambil, dan boleh bagi yang memberi. Sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku seringkali memberi pemberian kepada seseorang, lalu ia keluar menyandang api (neraka),” ditanyakan kepada beliau,”Ya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengapa engkau memberi juga kepada mereka?” Beliau menjawab, “Mereka tidak kecuali meminta kepadaku, dan Allah tidak menginginkanku bakhil.” [16]

Ketiga : Pemberian Yang Diperbolehkan, Bahkan Dianjurkan Memberi Dan Mengambilnya.
 
Kaidahnya, suatu pemberian dengan tujuan mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memperkuat tali silaturahim atau menjalin ukhuwah Islamiah, dan bukan bertujuan memperoleh keuntungan duniawi.

Di bawah ini ada beberapa permasalahan, yang hukumnya masuk dalam bagian ini, sekalipun yang afdhal bagi pegawai, tidak menerima hadiah tersebut, sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari tuduhan dan sadduz zari’ah (penghalang) baginya dari pemberian yang haram..
  1. Hadiah seseorang yang tidak mempunyai kaitan dengan pekerjaan (usahanya). Sebelum orang tersebut menjabat, ia sudah sering juga memberi hadiah, karena hubungan kerabat atau yang lainnya. Dan pemberian itu tetap tidak bertambah, meskipun yang ia beri sekarang sedang menjabat.
  2. Hadiah orang yang tidak biasa memberi hadiah kepada seorang pegawai yang tidak berlaku persaksiannya, seperti Qodi bersaksi untuk anaknya, dan hadiah tersebut tidak ada hubungannya dengan usahanya..
  3. Hadiah yang telah mendapat izin dari/oleh pemerintahannya atau instansinya.
  4. Hadiah atasan kepada bawahannya..
  5. Hadiah setelah ia meninggalkan jabatannya, dan yang lain-lain.
Demikian permasalahan hadiah, yang ternyata cukup pelik kita hadapi. Apalah lagi dengan perbuatan ghulul ?.
 
Ghulul adalah mencuri secara diam-diam. Perbuatan ini, tentu lebih tidak boleh dilakukan. Dalam sebuah hadits disebutkan :

Dari ‘Adi bin Amirah Radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda : “Barangsiapa yang kami tunjuk untuk sebuah pekerjaan, Lalu ia menyembunyikan sebuah jarum atau lebih, berarti ia telah berbuat ghulul (mencuri secara diam-diam) yang harus ia bawa nanti pada hari kiamat”..
 
Dia (‘Adi) berkata : Tiba-tiba seorang laki-laki Anshar berkulit hitam, ia tegak bendiri seakan-akan aku melihatnya, lalu ia berkata: “Ya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, tawarkan pekerjaan kepadaku,” 

beliau bersabda, “Apa gerangan?” 

Dia berkata, “Aku mendengar engkau baru saja berkata begini dan begini,” 

Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, ”Saya tegaskan kembali. Barangsiapa yang kami tunjuk untuk mengerjakan sesuatu, maka hendaklah ia membawa semuanya, yang kecil maupun yang besar. Apa yang diberikan kepadanya, ia ambil. Dan apa yang dilarang mengambilnya, ia tidak mengambilnya.”[HR Muslim, no. 1833]

.
SOLUSI SUAP DAN HADIAH YANG HARAM

Permasalahan suap dan “pemberian hadiah” yang membudaya di masyarakat ini, dikenal di tengah masyarakat seiring dan berkelindan dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Perbuatan ini merupakan penyakit yang sudah sangat akut. Penyebab utamanya adalah kebodohan terhadap syariat Islam yang hanif ini, sehingga banyak perintah yang ditinggalkan, dan ironisnya banyak larangan yang dikerjakan..
 
Rizki yang didapatkan tidak halal, ia tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Ketika satu kemaksiatan dilakukan, itu berarti menanam dan menebarkan kemaksiatan lainnya. Dia akan menggeser peran hukum, sehingga peraturan syariat tidak lagi mudah dipraktekkan. Padahal untuk mendapatkan kebahagiaan, Islam haruslah dijalankan secara kafah (menyeluruh).

Secara singkat, solusi memberantas suap maupun penyakit sejenisnya, terbagi dalam dua hal..
 
Pertama : Solusi Untuk Individu Dan Masyarakat. 
  1. Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk umat yang terdahulu dan yang kemudian. Dengan takwa ia mengetahui perintahNya lalu melaksanakannya, dan mengetahui laranganNya lalu menjauhinya..
  2. Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah, dan menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan amanah. Dalam hal ini, peran agama memiliki pengaruh sangat besar, yaitu dengan penanaman akhlak yang mulia.
  3. Setiap individu selalu belajar memahami rizki dengan benar. Bahwa membahagiakan diri dengan harta bukanlah dengan cara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi dengan mencari rizki yang halal dan hidup dengan qana’ah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi berkah pada hartanya, dan Ia dapat berbahagia dengan harta tersebut..
  4. Menghadirkan ke dalam hati, bahwa di balik penghidupan ini ada kehidupan yang kekal, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua perbuatan manusia akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang hartanya, dari mana engkau mendapatkannya, dan kemana engkau habiskan? Jika seseorang selamat pada pertanyaan pertama, belum tentu ia selamat pada pertanyaan berikutnya.
Kedua : Solusi Untuk Ulil Amri (Pemerintah).
  1. Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini, hendaklah memulai dari mereka sendiri. Pepatah Arab mengatakan, rakyat mengikuti agama rajanya. Jika rajanya baik, maka masyarakat akan mengikutinya, dan sebaliknya..
  2. Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tauhid telah lurus dan iman telah benar, maka, semuanya akan berjalan sesuai yang diinginkan oleh setiap diri seorang muslim.
  3. Jika mengangkat seorang pejabat atau pegawai, hendaklah mengacu kepada dua syarat, yaitu keahlian, dan amanah. Jika kurang salh satu dari dua syarat tersebut, tak mustahil terjadi kerusakan. Kemudian, memberi hukuman sesuai dengan syariat bagi yang melanggarnya..
  4. Semua pejabat pemerintah seharusnya mencari penasihat dan bithanah (orang dekat) yang shalih, yang menganjurkannya untuk berbuat baik, dan mencegahnya dari berbuat buruk. Seiring dengan itu, ia juga menjauhi bithanah yang thalih.
Demikian yang dapat dikemukakan dalam permasalahan ini Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kekuatan kepada kaum Muslimin untuk menegakkan agamanya pada kehidupan ini, sehingga dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam bish showab.
.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
_________
Foot Note
[1]. Al Hawil Kabir, 19/180.
[2]. Lihat Subulussalam, Shan’ani, 1/216.
[3]. Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 720, dan semakna dengan definisi para ulama. Lihat juga Mukhtarush Shihah, hlm. 244 dan Qamus Muhith, 4/336.
[4]. Aqrabul Masalik, 5/341,342.
[5]. Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 154.
[6]. Az Zawajir, Haitsami 1/131, senada dengan yang ditafsirkan al Baghawi, Syarhussunnah, 10/88.
[7]. Ahkamul Qur’an, al Qurthubi, 16/208.
[8]. Al Mughni, 11/437.
[9]. Ibid.
[10]. An Nihayah, 2/226.
[11]. Subulussalam, 1/216.
[12]. Ar-Ruh, Ibnul Qayyim, 1/240.
[13]. Lihat pembahasan ini di kitab Hadaya Lil Muwazhzhafin, Dr. al Hasyim, hal 27-29.
[14]. Ibid, hlm. 35-79.
[15]. Bahkan di banyak kejadian, pemberian seperti itu sudah merupakan hal wajib, sampai-sampai mereka tidak sungkan dan tidak lagi tahu malu dengan menghardik orang yang tidak memberikan uang kepadanya.
[16]. Majmu’ Fatawa, 31/286. Lihat pula pembahasan ini di Fathul Qadir 7/255, Mawahibul Jalil 6/121, al Hawil Kabir, 16/283; Nailul Author, 10/259-261.

*****
.
Link Terkait:
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin

12 Juni 2009

FILE 115 : Negeriku yang Kontras

Bismillahirrohmanirrohim

Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu 'ala Rosulillah Shollallohu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam

Wa ba'du

……

Penulis Jerry Gray

Mualaf yang Cinta Indonesia

.

Bekasi (ANTARA News) - Jerry D Gray, penulis sejumlah buku laris, ternyata seorang mualaf yang sangat mencintai Indonesia dengan mengurus naturalisasinya dari warga AS ke WNI, menikah dengan orang Indonesia dan menetap di Jakarta.

"Bagi saya Indonesia itu ibarat surga. Saya sudah ke banyak negara dan di sini saya mendapatkan kedamaian bergaul dan berinteraksi sosial dengan komunitas Muslim terbesar di dunia," ujar Jerry, di Bekasi, Minggu.

Beristrikan seorang perempuan Tasikmalaya dan dikaruniai seorang anak laki, Jerry menyatakan memiliki banyak kegiatan di Indonesia yang membuat dia makin betah yaitu memberikan pengajian, berbagi pengalaman dan menulis buku.

Tidak banyak orang yang menyangka Jerry D. Gray, warga AS yang pernah menjadi prajurit angkatan udara negara adidaya itu, ternyata seorang mualaf yang tekun beribadah.

Jerry mengatakan, menjalankan ajaran Islam secara kaffah sebagaimana diajarkan dalam kitab suci Al`Quran. Semua itu baru terlaksana setelah berproses dalam waktu cukup lama.

Bagi penulis sejumlah buku di antaranya "Deadly Mist", "Demokrasi Barbar ala AS` dan "Dosa-dosa Media Amerika" itu, ketertarikan terhadap Islam dimulai justru dari tanah Arab tempat ajaran Islam itu sendiri pertama kali diturunkan kepada Rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagai AU yang ditugaskan di Arab Saudi, ia melihat betapa khusyuk dan ikhlasnya orang menjalankan shalat hingga mau meninggalkan segala aktivitas mereka termasuk berkaitan dengan uang sekalipun.

"Ketika mengalun suara adzan, di pinggir jalan orang pada shalat, karyawan toko dan mall semua shalat dan barang dibiarkan begitu saja namun tidak ada yang hilang. Semua melaksanakan shalat dengan khusuk," ujar Jerry, yang pernah selama 2,5 tahun menjadi wartawan di sebuah TV swasta di Indonesia itu.

Ia menjadi bingung sekaligus takjub. Setelahnya kesadaran untuk mengenal ajaran Islam langsung tak tertahankan. Ia melihat cahaya iman justru setelah melihat orang-orang melaksanakan Shalat.

Jerry mengaku ketika pertama kali memegang kitab suci Al Qur`an badannya langsung merinding, ketika akan membaca hatinya bergetar dan sejurus kemudian suara tangis mengiringinya membaca terpatah-patah ayat Al Qur`an.

Setelah hatinya merasa mantap ia kemudian memilih menjadi mualaf di Arab Saudi. Keislamannya belum serta merta jadi mantap. Ia pertama kali hanya melaksanakan shalat dua kali dalam seminggu.

"Ketika tertimpa musibah saya bawa shalat, ternyata saya dapatkan ketenangan dan musibah hilang. Setelah itu saya makin rajin shalat," ujar Jerry yang kini berisitrikan wanita asal Tasikmalaya Jabar itu.

Kini dalam kesehariannya, Jerry seringkali dimintai pandangan-pandangannya tentang Islam, demokrasi, dan terorisme. "Islam itu agama rahmatan lil alamin dan orang Islam bukanlah teroris," ujar ayah satu anak itu.

Bagi mantan wartawan CNBC itu, Indonesia sebagai negara dengan populasi Islam terbesar di dunia merupakan surga yang ada di dunia. Ia pun kini tengah mengurus naturalisasi dengan menjadi WNI sebagai ranah perjuangannya terhadap Islam.

Sumber: antaranews.com

*****

Ini Sungguh Menakutkan...

Penulis : Asro Kamal Rokan

.

Seorang teman –– pemandu beberapa wartawan Amerika Latin –– tak mampu berkomentar atas pernyataan wartawan saat makan malam di salah satu café di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Wartawan itu berkata,"Saya tidak menduga remaja Indonesia begitu bebas, melebihi negara kami...."

Sebelum berkunjung ke Indonesia mengikuti "Journalist Visit Programme", wartawan itu membayangkan Indonesia –– sebagai negara dengan penduduk mayoritas Islam –– adalah negara yang memegang teguh prinsip-prinsip agama, etika, dan moral. Ternyata keliru. Di Ancol, dia menyaksikan anak-anak muda bebas melakukan apa saja di depan umum.

Teman pemandu itu tidak dapat berkata apa-apa. Ia terdiam, sunyi, dan kehilangan kebanggaan. Ia merasa asing dan terpelanting dalam fakta yang sangat nyata.

Dan, kita juga terpelanting atas hasil survei ini: Pada 2008, menurut keterangan Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat (BKKBN), M Masri Muadz, sebanyak 63 persen remaja Indonesia usia SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah.

Mengutip hasil survei yang diterimanya, Masri menyebutkan, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Pada 2005-2006 di Jabotabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar, berkisar 47,54 persen remaja mengaku berhubungan seks sebelum nikah. Peningkatan ini, antara lain, disebabkan pergaulan hidup bebas, faktor lingkungan, keluarga, dan media massa.

Data lain –– yang menyedihkan dan membuat kita bergidik –– berasal dari Departemen Kesehatan. Sampai September 2008, menurut data tersebut, sebanyak 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia. Dari jumlah itu, 54 persen adalah remaja.

Dan, simak lagi data ini: Survei yang dilakukan Annisa Foundation di Cianjur, Jawa Barat, pada 2007, menemukan hasil mengejutkan. Di kota ini, lebih dari 42,3 persen pelajar perempuan di kota santri itu telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Para responden mengaku hubungan pra-nikah itu dilakukan atas suka sama suka. Bahkan, ada responden yang mengaku berhubungan lebih dengan satu pasangan.

Survei yang dilakukan pada Juli sampai Desember 2006 kepada 412 siswa SMP dan SMA itu, menurut Direktur Annisa Foundation, Laila Sukmadevi, kecenderungan pelajar Cianjur berhubungan seks pra-nikah bukan karena persoalan ekonomi.. Alasan ekonomi hanya 9 persen, selebihnya karena pergaulan dan lemahnya kontrol orangtua.

Temuan lain Annisa Foundation, sebanyak 90 persen remaja yang melakukan hubungan pra-nikah tersebut, bukan karena tidak paham nilai-nilai agama dan moral. Mereka justru mengetahui bahwa perbuatan itu dosa dan sangat tidak pantas.

Jauh dari Jakarta, tepatnya di Samarinda, Kalimantan Timur, survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Cabang Samarinda pada September 2008 lalu, menemukan hasil yang menyedihkan. Dari 300 pelajar Samarinda, 12 persen di antaranya mengaku pernah melakukan hubungan badan.

Menurut survei PKBI itu, 14 persen hubungan seks dilakukan di sekolah, 28 persen mengaku melakukannya di rumah. Ironisnya, hubungan badan dilakukan di sekolah saat jam istirahat maupun ketika usai belajar. Sedangkan di rumah dilakukan saat kedua orangtua tidak berada di rumah.

Organisasi riset nirlaba AS, Research And Development (RAND) melaporkan penelitiannya November 2008 lalu, bahwa tayangan televisi sangat berpengaruh terjadinya kehamilan di kalangan remaja di AS. Pengkajian yang disiarkan jurnal Pediatrics itu menyebutkan, remaja yang banyak menonton acara yang mengandung unsur seksual, menghadapi risiko hamil lebih besar.

Pengkajian itu memfokuskan pada 23 acara televisi kabel yang populer di kalangan remaja, antara lain komedi situasi, drama, acara realitas, dan kartun.

Angka kehamilan remaja di AS tetap tinggi dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya. Hampir sejuta gadis berusia antara 15 hingga 19 tahun hamil setiap tahunnya, atau sekitar 20 persen wanita yang aktif secara seksual dalam kelompok umur tersebut.

Hasil penelitian dan survei tersebut sangat menakutkan. Gaya hidup permisif, budaya televisi, telah mendorong para remaja terperosok dan jatuh ke jurang terdalam. Di Indonesia, remaja-remaja kita diserbu gaya hidup serba mungkin. Pendidikan agama telah berubah menjadi angka-angka dalam buku rapor semester.

Kehidupan remaja di AS dan Indonesia, terutama di perkotaan, hampir sulit dibedakan. Mereka mendapatkan apa saja. Bahkan, lemahnya penegakan hukum, memungkinkan remaja Indonesia mendapatkan jauh lebih besar dan menakutkan dibandingkan di AS. Video porno, majalah porno, tayangan televisi yang serba benda dan kemewahan, serta situs-situs porno di internet, dengan mudah didapatkan.

Dan, yang sangat menakutkan, ketika persoalan ini dianggap sebagai suatu yang biasa. Ini bahaya lebih dahsyat dari yang dibayangkan orangtua, pendidik, ulama, dan negara.

Seorang wartawan Amerika Latin berkata, "Saya tidak menduga remaja Indonesia begitu bebas, melebihi negara kami.....’"

Wartawan itu sesungguhnya sedang menggugah kesadaran kita – yang selalu merasa lebih baik, lebih terhormat, dan bahkan lebih mulia. Ini sungguh menakutkan.

Jakarta, 1 Juni 2009.

Sumber: antaranews.com

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

Wa akhiru da'wana, walhamdulillahirobbil 'alamin